Senin, 31 Maret 2014

Film Indonesia : Horor, Sex dan Komedi

Dibuat untuk tugas presentasi kelompok mata kuliah Sistem Komunikasi Indonesia (SKI)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi
Universitas Kristen Satya Wacana 
Anggota Kelompok :
Thomas Djulianto Lie (362013038)
Alexander August Angelbert Badio (362013095)
Bima Satria Putra (362013070)
Ivan Mangihot Sialoho (362013090)
Morison Batubara (362013094)
Tri Maulana Putra H (672013017)
Andreas Reuben Oktavius (362013003)

Pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 100 judul. Ini adalah sebuah angka yang tinggi dibanding 10 tahun terakhir. Tingginya jumlah produksi film ternyata dipicu oleh tingginya animo penonton untuk menonton film Indonesia. Peningkatan jumlah film di Indonesia tidak diimbangi dengan perkembangan dari segi kualitas film itu sendiri. Disini beberapa tahun terakhir film-film di Indonesia hanya berorientasi pada sesuatu yang bertemakan komedi, horror dan seks.
Film sebagai hasil seni dan budaya mempunyai fungsi dan manfaat yang luas dan besar  baik dibidang sosial, ekonomi, maupun budaya dalam rangka menjaga dan mempertahankan keanekaragaman nilai-nilai dalam penyelanggaraan berbangsa dan bernegara. Film berfungsi sebagai:
  1. sarana pemberdayaan masyarakat luas
  2. pengekspresian dan pengembangan seni, budaya, pendidikan, dan hiburan
  3. sebagai sumber penerangan dan informasi
  4. bagian dari komoditas ekonomi ( saat ini )
Saat ini hampir semua perfilman Indonesia menampilkan film horror yang dipenuhi adegan -  adegan porno layaknya film dewasa. Bagian atau scene film horor Indonesia menampilkan aksi - aksi panas dan tidak senonoh dari para pemerannya. Produser Film Indonesia saat ini lebih mementingkan urusan untung rugi ketimbang urusan moral. Bahkan ada beberapa produser film yang secara terang – terang menggunakan jasa bintang film porno dalam filmnya hanya untuk menarik minat penonton.  Prodesur tidak lagi memikirkan nilai – nilai yang terkandung dalam film tersebut, mereka hanya mementingkan kepentingan komersil ( profit ) 

Analisis
Berikut ini alasan – alasan mengapa perfilman Indonesia lebih menampilkan berbau seksualitas:
  1. Produser tidak berani ambil resiko. Produser lebih memilih untuk mencari aman, agar tidak terlalu mengalami banyak kerugian, seandainya film yang dia buat tidak laku dipasaran. Orientasi ini yang membuat produser lebih mementingkan profit dibandingkan nilai – nilai yang terkandung dalam film tersebut.
  2. Modal produksi kecil. Kecilnya modal yang dimiliki oleh industri perfilman membuat kualitas film menjadi tidak maksimal. Pemerintah harusnya memberi perhatian khusus kepada film – film Indonesia bukan kepada film – film luar sehingga film Indonesia mampu bersaing dengan film – film luar negeri.
  3. Audience Approach. Kecenderungan dalam mengikuti selera masyarakat membuat perfilman Indonesia menjadi monoton. Industri perfilman Indonesia masih bergantung pada respon yang diberikan masyarakat sehingga  sangat takut untuk mencoba hal – hal yang baru.
  4. Perilaku Mimitisme. Kecenderungan perfilman Indonesia dalam mengikuti arus, membuat perfilman Indonesia tidak berkembang.
Film Horor Indonesia Peremehan Harkat dan Martabat Manusia
  1. Tercermin dalam adegan pornografi, bahwa pria hanyalah sebuah makhluk penuh nafsu dan wanita hanya sebagai pemuas kebutuhan.
  2. Tercermin dalam adegan komedi, kekerasan non-fisik. Misalkan kekerasan verbal (mengejek dan menghina) dan kekerasan mental (menakut-nakuti, menjauhi).
  3. Tercermin dalam adegan horror, dimana manusia hanya mengandalkan benda dan ritual sihir dibandingkan dengan seharusnya manusia yang selalu mengandalkan Tuhan YME.
 Unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung isi :
  1. Mendorong khalayak umum untuk melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika
  2. Menonjolkan pornografi
  3. Memprovokasi terjadinya pertentangan antar kelompok, antarsuku, antarras dan antar golongan
  4. Menistakan, melecehkan atau menodai agama
  5. Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum
  6. Meremehkan harkat dan martabat manusia
  
Pada poin B dijelaskan bahwa kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung pornografi namun hampir semua film horor di Indonesia berbau pornografi. Film sebagai pranata sosial:
  1. Film sebagai media publik memiliki kekuatan dalam mendorong sistem sosial yaitu perubahan struktur dan nilai-nilai masyarakat. Film dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak langsung, nilai – nilai yang ada pun bisa berubah seiring dengan film – film yang dikonsumsi oleh masyarakat. Apabila masyarakat disuguhkan oleh tayangan – tayangan film yang berbau pornografi , tidak mengherankan banyak kasus pemerkosaan yang marak di Indonesia.
  2. Film sebagai media publik yang bersifat audiovisual, memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi publik, terletak pada sisi emosi sehingga memiliki daya persuasif yang tinggi. Film dapat digunakan sebagai media untuk mempengaruhi penonton. Film horor yang berbau pornografi dapat mempengaruhi penonton mencontoh perbuatan – perbuatan yang ada di film tersebut.

Minggu, 30 Maret 2014

Mengabdi Kepada Masyarakat (Sesuai Dengan Nilai-Nilai Dasar UKSW)

Dibuat sebagai syarat mengikuti Latihan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa (LLKM) 
UKSW 2014  

Oleh
Bima Satria Putra (362013070)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi

Mengabdi pada masyarakat pada intinya menyerahkan diri secara total untuk membantu atau menggerakan permasalahan dan kondisi situasi masyarakat. Pengabdian terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan melaksanakan proyek pengembangan, pembinaan dan penyuluhan oleh lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat dengan melakukan penelitian dan observasi lapangan terlebih dahulu. 
Bentuk-bentuk pengabdian kepada masyarakat tidak hanya dilakukan melalui kegiatan-kegiatan formal LSM, organisasi masyarakat atau perguruan tinggi, namun juga diluar itu. Pengabdian masyarakat dapat dilakukan oleh komunitas-komunitas yang bergerak dibidang tertentu semisal lingkungan hidup dan sosial kemanusiaan atau dilakukan oleh perorangan atau kelompok yang tidak dipayungi oleh badan organisasi resmi. 
Universitas Kristen Satya Wacana diharapkan dapat menjadi radar yang menangkap dan menyadari segala macam kondisi dan situasi pada masyarakat untuk dijadikan objek atau sasaran pembahasan dan penelitian. Hal ini tercermin dalam Visi UKSW poin keempat. Lalu setelah melakukan pembahasan dan penelitian, serta menyadari dan bersikap kritis terhadap perubahan dan kecenderungan didalam masyarakat, apa yang dapat dilakukan oleh seluruh civitas academica UKSW, dalam memberikan perubahan bagi pembangunan dan pembaharuan masyarakat dan negara Indonesia? Jawabannya adalah kegiatan pengabdian kepada masyarakat. 
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat tercermin dalam visi dan misi UKSW. Pasal 7 Statuta UKSW 2010 merumuskan Visi Universitas sebagai dalam poin kelima, yaitu menjadi pelayanan dan lembaga pendidikan pelayanan (diakonia), sepanjang masa mencakup kritik yang konstruktif serta informatif kepada gereja dan masyarakat terhadap keadaan masyarakat di mana masih terdapat kemiskinan, ketidakadilan, ketidakbenaran dan ketidakdamaian. 
Sudah kewajiban seluruh civitas academica UKSW untuk bertangungjawab memelihara dan menerap visi dan misi universitas itu. Tanggung jawab ini dipikul juga seperti di atur dalam pasal 8 Statuta UKSW 2008 dalam poin pertama untuk melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu :

  1. Pendidikan dan pengajaran tinggi
  2. Penelitian
  3. Pengabdian kepada masyarakat

Pengabdian kepada masyarakat itu tengah diupayakan dengan dibentukannya biro - biro penelitian dan pusat studi universitas. Selain itu juga dengan diterbitkannya jurnal-jurnal yang mewadahi penelitian dan karya tulis ilmiah sesuai dengan bidang keahliannya. Kegiatan pengabdian masyarakat lainya adalah Live In dan Latihan Lanjutan Kepemimpinan Mahasiswa (LLKM). 
Dengan diadakannya LLKM, kedepannya mahasiswa dan seluruh civitas academica, diharapkan menjadi profil lulusan yang memiliki bentuk kompetensi akademik dan manajerial dan kepemimpinan (Leadership and Managerial Skills) dalam memimpin dan mengelola diri, keluarga, masyarakat dan gereja. Kemampuan kepemimpinan juga termasuk dalam penyelesaian masalah dan konflik, dan pembuatan keputusan untuk mencapai tujuan bersama. Keahlian/kemampuan dan penguasaan atas ilmu pengetahuan untuk dipergunakan secara bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban ditempat kerja, masyarakat, gereja dan bangsa. 

Selain diperlengkapi dengan bekal ilmu pengetahuan dan kepakaran di bidang tertentu (Academic Expertise), seluruh civitas academica khususnya mahasiswa harus memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Kesadaran tinggi untuk pengabdian terhadap masyarakat perlu ditanamkan kedalam benak mahasiswa, demi terciptanya angkatan-angkatan yang dapat membawa perubahan ditengah kekacauan dan kesulitan yang sedang dialami masyarakat. Sesuai dengan lulusan mahasiswa yang diharapkan bercirikan creative minority, minoritas berdaya cipta yang dapat menggerakan massa yang pasif untuk melakukan perubahan-perubahan dan pengabdian masyarakat.

Jumat, 28 Maret 2014

Politik Dosa

Baginda berjanji sumpah, semusim maju tidak dipenuhi.
Sejuta mati rebah terkapar lapar.
Layak nasi basi dimakan jua, daripada.

Itu tangisan bukan nyanyian.
Penuh sedih perih.

Terpaksa.
Hamba bisu.
Hamba pincang.

Sengaja.
Baginda buta.
Baginda tuli.

Menabur batu, menuai emas.
Kering tuan, panas... keras.

Buka pintunnya, kami masuk.
Tutup pintunya, mereka masuk.

Kami mati! Siapa peduli?

09 Maret 2014

Kamis, 27 Maret 2014

Kisah Seorang Penambang


Sebenarnya kemana diri hendak berlabuh, membuat bingung..
Tak temu padahal dari dulu jua mencari.
Satu-satu dilihat, intan, berlian dan kecubung.
Hanya itu.

Yang lain pulang berberat bakul, dia pulang seperti dia datang.
Kosong... Berteman lelah dan sedih.

Padahal matahari membakarnya, baiklah tak jadi masalah.
Sambil hantam palu terus, memecah batu.

Heran bercampur bingung.
Hingga batu yang sejuta terdiam.
Apa ini? Aneh sekali.

Tidak berkilau. Kotor dan berat
“Sudah sejuta batu hancur, satu yang dicari.
Untuk ini aku dilahirkan. Untuk ini aku berkorban”. Akhirnya..
Tidak pernah sebahagia ini, dan tidak akan lagi.

Dia bilang batu ini berbeda, dan orang-orang menertawakannya.
Orang lupa, nilai jual bukan ukuran. 
Tersenyum dia pergi dan hidup bahagia selamanya.

24 Maret 2014

Pemimpin Yang Berintegritas Satya Wacana



Dibuat sebagai syarat mengikuti Latihan Menengah Kepemimpinan Mahasiswa (LMKM) 
Gelombang 3 UKSW 2014 


Bima Satria Putra (362013070)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi
Universitas Kristen Satya Wacana

Suatu kelompok atau organisasi membutuhkan seseorang untuk mencapai tujuan mereka, seseorang inilah yang disebut sebagai pemimpin. Pemimpin merupakan seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran[1]. Dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut, pemimpin berfungsi untuk mengarahkan, mengawasi dan mengevaluasi. Dalam saat-saat tertentu, pemimpin juga menjadi pembuat keputusan dan memecahkan masalah
Pembinaan kepemimpinan di UKSW merupakan bagian dari educational policy yang merupakan salah satu proses penting dan mendasar dalam kesuluruhan proses pendidikan di kampus. Menjadi pemimpin yang berintegritas satya wacana berarti menjadi pemimpin yang mengikuti dan mengamalkan nilai-nilai utama didalam Universitas Kristen Satya Wacana. Nilai-nilai tersebut dapat diambil dari dasar, visi dan misi serta beberapa perangkat penunjang dasar lain yang menjadi pilar utama dalam kegiatan dikampus Universitas Kristen Satya Wacana.
Nilai utama yang pertama dapat diambil dari dasar atau moto atau spirit UKSW yang disampaikan oleh Bapak Notohamidjojo pada pidato Kebaktian Pembukaan PTPG-KI di Salatiga[2]. Bapak Notohamidojo mengutip Amsal 1:7a, “Menyegani Tuhan Itulah Pangkal Segala Ilmu Pengetahuan” dan menjadikannya suatu fondasi yang sangat kokoh saat Satya Wacana berdiri. Dari nilai pertama kita dapat mengambil salah satu unsur kepemimpinan, yakni menjadi pemimpin yang religius, yang mengikuti ajarannya dan menjauhi larangannya serta mengimani firman-firman Tuhan.
Nilai utama lain untuk menjadi pemimpin yang berintegritas Satya Wacana yang kedua dapat diambil dari Visi dan Misi UKSW. Pada Visi ketiga UKSW yaitu menjadi pembina kepemimpinan untuk berbagai jabatan dalam masyarakat (termasuk gereja) yang sedang membangun. Disini UKSW digambarkan sebagai lembagai yang membekali mahasiswa agar kedepannya memiliki pengetahuan dan kepribadian serta keterampilan mengabdi kepada masyarakat. Sementara pada Misi keenam UKSW yaitu mengusahakan terbentuknya angkatan-angkatan pemimpin masyarakat yang selain diperlengkapi dengan bekal ilmu pengetahuan dan kepakaran di bidang tertentu juga memiliki kesadaran pengabdian tinggi kepada masyarakat. Dari situ kita dapat mengambil nilai kedua sebagai unsur kepemimpinan yaitu ilmu pengetahuan dan kesadaran akan pengabdian kepada masyarakat.
Perangkat pendukung lain tentang kompetensi kepemimpinan dapat dilihat dalam Skenario Pola Pembinaan Mahasiswa (SPPM) 2012 yang menggantikan SPPM 1984. SPPM merupakan dokumen tingkat universitas yang menjelaskan proses pembinaan mahasiswa di UKSW, baik melalui jalur kurikuler maupun ekstrakurikuler. Dalam skenario tersebut, Leadership and Managerial Skills diharapkan menjadi salah satu profil lulusan mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang bercirikan Creative Minority. Creative Minority secara tidak langsung berarti menjadi pemimpin dan kelompok yang secara kuantitatif relatif kecil (minoritas) tetapi memiliki kualitatif daya cipta (kreatif) yang mempengaruh kehidupan banyak orang. Bapak Notohamidjojo menjelaskannya sebagai “kaum pemimpin yang mewujudkan golongan kecil yang karena superioritas jiwa dan rohnya, dan karena kekuatan keyakinannya sanggup menunjukan jalan dan membimbing massa yang pasif menjadi penganut yang bergiat dalam pembangunan”[3].
Dari beberapa nilai utama yang dasar Universitas Kristen Satya Wacana kita dapat menyimpulkan rumusan bagaimana menjadi pemimpin yang berintegritas dan sesuai dengan nilai-nilai utama didalam Universitas Kristen Satya Wacana yaitu :
  1. Pemimpin yang beriman. Menjadi pemimpin yang memiliki kepercayaan akan ajaran Tuhan serta mengikuti dan melaksanakan firman-firmannya yang tertulis di kitab suci.
  2. Pemimpin yang berilmu dan mengabdikan diri. Menjadi pemimpin yang memiliki keahlian dan keterampilan dibidang tertentu, dan menggunakannya untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara.
  3. Pemimpin yang bercirikan Creative Minority. Menjadi pemimpin yang walaupun merupakan komunitas kecil tetapi berdaya cipta ditengah-tengah kehidupan masyarakat luas.
Selain ketiga dasar diatas, kita dapat mengambil banyak nilai dari pemikiran Bapak Notohamidjojo yang disampaikannya pada banyak kesempatan. Misalkan adalah amanatnya tentang empat tugas PTPG-KI (tugas catur rupa) dan juga empat dasar-dasar PTPGKI (Satya Wacana). Juga aspek universitas pada pidato perayaan Pengakuan Persamaan UKSW, 24 April 1963. Bapak Notohamidjojo juga merumuskan tentang pentingnya kepemimpinan itu sendiri bagi masyarakat, warga dan gereja, dalam tulisannya yang berjudul “Kepemimpinan dan Pemimpin Kristen di Indonesia, yang diterbitkan di Warta Gereja III. No. 1 – No 12, Januari – Desember sebagai berikut :
“Apabila kita ingin menyumbang secara konkrit dalam pembangunan masyarakat, negara dan Gereja, kita harus menyumbangkan pemimpin-pemimpin yang sadar akan panggilannya dan yang bertanggungjawab, serta menyumbangkan gagasan tentang kepemimpinan yang kita perlukan, lebih-lebih bagi Gereja yang seharusnya merupakan pusat-pusat integrasi (bukan perpecahan) dan pembaharuan (bukan konservatisme atau kekolotan) bagi masyarakat dan negara” (Creative Minority Leadership (CML) : Panduan Menjadi Pemimpin yang Berdaya Cipta dan Transformasional untuk Mahasiswa UKSW : 12)
Bapak Notohamidjojo banyak membahas tentang kepemimpinan yang lagi-lagi dapat dilihat pada delapan sifat atau kewajiban pemimpin (asta dharma) yakni :
  1. Sifat kasih, yaitu mendasari relasi antara pemimpin dan pengikut, yang bersumber dari Injil Matius 22:39;
  2. Pengabdian dan kesetiaan untuk melayani (Markus 10:44);
  3. Memiliki misi dan mampu mengkomunikasikan misi tersebut sehingga mudah dipahami oleh para pengikut;
  4. Berkeyakinan kuat dan percaya diri ;
  5. Memiliki visi dan insight;
  6. Tahan uji, sabar, memiliki semangat yang tak kunjung padam dalam merealisasikan misinya ;
  7. Kesediaan bekerja keras sehingga menularkannya juga kepada para pengikut ;
  8. Sadar kewajiban dan memiliki disiplin diri; (Creative Minority Leadership (CML) : Panduan Menjadi Pemimpin yang Berdaya Cipta dan Transformasional untuk Mahasiswa UKSW : 12-13)
Selain delapan sifat pemimpin diatas, pemimpin diharapkan dapat memerankan fungsi pemimpin sebagai berikut :
  1. Pembawa gagasan tentang rumusan jalan keluar terhadap tantangan masyarakat dan budaya, serta mampu merealisasikannya dalam aksi yang menunjukan prestasi, khususnya dalam menanggulangi kemiskinan dan penderitaan;
  2. Sadar terhadap tendensi perubahan dalam masyarakat sehingga dapat mencegah perkembangan yang tidak diingini ;
  3. Berperan dalam menyiapkan dan mewujudkan perubahan, asalkan sadar akan dasar dan arah perkembangan, serta ahli, jujur dan bijaksana;
  4. Berkat superioritas jiwa dan roh dan kekuatan keyakinannya mampu memberi bimbingan kepada massa yang pasif sehingga menjadi penganut yang aktif dalam proses perkembangan (pembangunan) ;
  5. Tut Wuri Handayani. Pandangan Ki Hajar Dewantara, artinya mengikuti para penganut sebagai subyek dan mengembangkan tanggungjawab mereka (tut wuri) dan memberikan pengaruh dan bimbingan kepada para penganut untuk berkembang meningkat (handayani) (Creative Minority Leadership (CML) : Panduan Menjadi Pemimpin yang Berdaya Cipta dan Transformasional untuk Mahasiswa UKSW : 13-14)
Kepemimpinan Satya Wacana merupakan kepemimpinan Kristen yang berdasarkan kepada satu nilai, melayani (diened lieder). Bapak Notohamidjojo yang menyinggung soal kepemimpinan Kristen tujuh segi fungsi pemimpin, yakni :
  1. Perhatian kepada yang dipimpin
  2. Pergaulan yang luwes
  3. Membesarkan hati yang dipimpin.
  4. Mendengarkan yang dipimpin.
  5. Decision Making (pengambilan keputusan); bukan sendirian tapi melalui konsultasi
  6. Teladan
  7. Koreksi dan self critics (Creative Minority Leadership (CML) : Panduan Menjadi Pemimpin yang Berdaya Cipta dan Transformasional untuk Mahasiswa UKSW : 14)
Nilai-nilai tersebut secara baku telah dirumuskan dan secara eksklusif menjadi acuan pemimpin yang berintegritas Satya Wacana, selama Pelatihan Kepemimpinan, Orientasi Mahasiswa Baru serta didalam Buku Panduan Universitas Kristen Satya Wacana. Kesimpulan tersebut merupakan sari-sari yang diperas selama mempelajari dan mendalami nilai-nilai utama yang sudah terkandung sejak Satya Wacana berdiri hingga sekarang. Harapannya adalah kedepan setiap civitas academica Satya Wacana meneladani nilai-nilai tersebut demi terciptanya generasi pemimpin negara, masyarakat dan gereja yang bercirikan Creative Minority.



[1] Handoko, T Hani. 2011. Manajemen. BPFE-Yogyakarta. Hlm 294.
[2] Lusi, Samual S & Rissy, Yafet Y.W. Creative Minority Leadership (CML) : Panduan Menjadi Pemimpin yang Berdaya Cipta dan Transformasional untuk Mahasiswa UKSW. Hlm 2-3.
[3] Lusi, Samual S & Rissy, Yafet Y.W. Creative Minority Leadership (CML) : Panduan Menjadi Pemimpin yang Berdaya Cipta dan Transformasional untuk Mahasiswa UKSW. Hlm 15

Daftar Pustaka
Buku Orientasi Mahasiswa Baru 2013 Universitas Kristen Satya Wacana.
DeVito, Joseph A. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Tanggerang. Karisma.
Handoko, T Hani. 2011. Manajemen. BPFE-Yogyakarta.
Lusi, Samual S & Rissy, Yafet Y.W. Creative Minority Leadership (CML) : Panduan Menjadi Pemimpin yang Berdaya Cipta dan Transformasional untuk Mahasiswa UKSW. Salatiga. Satya Wacana University Press.

Kamis, 20 Maret 2014

Muda

Dingin bukan temannya, tapi sepi
Tidak takut gelap, dia takut terang

Pisaulah yang dibawa orang,
Orang akan memakannya

Jangan pulang malam
Tidak, dia tidak akan pulang malam
dia bahkan tidak pulang.

Senin, 17 Maret 2014

Membunuh Waktu


Dulu berpikir di kamar waktu malam

Bagaimana kalo ayah mati? Juga kalau ibu mati?

Aku sendiri dan adikku sepi?



Ayah ibu dan adikku pergi

Bagaimana jika mereka tidak kembali?

Jangan-jangan mati

Aku sendiri dan sepi?



Kata orang waktu berjalan

Bagiku waktu berlari

Bagaimana waktu kuhabiskan?

Sendiri dan sepi lagi?



Apakah kelak waktu membunuh ayah?

Apakah kelak waktu membunuh ibu?

Waktu membunuh kita?



Tidak! akan kubunuh waktu...