Jumat, 18 April 2014

Penulis Aneh dari Jepang, Akutagawa Ryunosuke

           Waktu aku melintas di selasar perpustakaan, sedang diadakan obral buku disitu. Harganya miring dan bervariasi, mulai dari 5 ribu, 10 ribu, hingga 25 ribu. Kemudian ku borong, hingga lima buku saat itu. Malamnya, kubaca salah satu novel pendek tulisan Akutagawa Ryunosuke, Kappa.

Buku itu menceritakan seseorang yang masuk kedalam dunia Kappa, monster sungai rawa dari cerita rakyat Jepang. Dari situ aku berikan kekaguman kepadanya. Aku membaca secara miris bagaimana sebenarnya Ryunosuke menggambar secara aneh kehidupan manusia. Aku takkan menceritakannya disini. Malas.

Dari buku lain Ryunosuke, kumpulan cerita Rashomon, aku dapat lebih banyak cerpen-cerpennya seperti Bubur Ubi dan Hidung. Aku tidak begitu sering membaca novel, aku lebih sering membaca literatur perkuliahan. Namun membaca Ryunosuke membuatku shock untuk sesaat.

Dia seorang penulis aneh. Aku belum pernah membaca cerita yang seperti ini sebelumnya. Rashomon, menceritakan seorang Genin, samurai kelas rendah yang memergoki seorang nenek tua sedang mencabuti rambut mayat-mayat dan menjualnya sebagai cemara. Nenek tersebut beralasan bahwa mayat-mayat tersebut pantas diperlakukan demikian, lagipula jika ia tidak melakukannya, nenek tersebut akan mati kelaparan. Kemudian Genin, seseoran yang menjunjung tinggi moralitas malah merampok nenek tersebut.

“Kalau begitu jangan salahkan aku jika aku merampokmu. Aku pun akan mati kelaparan kalau tidak melakukannya”

Itu yang dikatakan Genin, kemudian merenggut pakaian yang dikenakan perempuan tua itu. Nenek tersebut tersungkur. Sambil menggerutu dan mengerang, dia kembali berdiri dan melongok ke bawah gerbang dengan ubannya yang pendek menjuntai. Dua paragraf terakhir bertuliskan :

“Di luar hanya ada kelam malam. Tak ada yang tahu ke mana Genin pergi.”

Sudah? Ya, sudah. Ceritanya Genin baru saja dipecat oleh tuannya, kemudian pergi ke semacam Rashomon (gerbang) dan mendapati nenek tua mencabuti rambut mayat-mayat. Genin lantas merampok nenek tersebut dan pergi entah kemana. Ini membuatku bertanya-tanya apa maksud cerpen tersebut? Apa maksud Ryunosuke? Apa pesan yang ingin disampaikan oleh Ryunosuke? Tulisan tersebut membuatku kesal sekaligus kagum. Aku kebingungan dengan maksud dari cerpen tersebut, tapi itu yang aku sukai. Ingin sekali aku melanjutkan kisah tersebut.

Kurang lebih dengan Rashomon, ada cerpen berjudul Bubur Ubi. Bubur Ubi menceritakan tentang seorang Goi, samurai yang paling rendah kelasnya #aku tidak dapat membedakannya dengan Genin. Goi tersebut mempunyai tampang yang sangat tidak menarik. Dalam masyarakatnya dia tidak dianggap, dan seringkali dilecehkan dan diacuhkan. Konyol lagi, keinginan terbesarnya adalah hanya untuk makan sup ubi sepuas-puasnya. Hingga suatu saat Goi tersebut berkunjung ke Tsuruga bersama tuanya, Toshihito. Disana ia dapat makan sup ubi sepuasnya. Tetapi sebelum ia memakan sesendokpun sup ubi tersebut, Goi sudah dibuat kenyang karena jumlah sup ubi yang sedang dimasak. Ia terpaksa untuk makan sup ubi sebanyak-banyak. Sudah.

Ada beberapa hal yang mendekan Ryunosuke dengan penulis-penulis cerpen lain, ide ceritanya menakjubkan, tidak konvensional seperti yang selama ini aku baca. Dia berbeda dari yang lain. Pengarang naturalis lebih populer pada zamannya. Pengarang naturalis seringkali mengungkapkan kehidupan asmara dan pengalaman pribadi mereka secara terang-terangan. Menurut Ryunosuke hal semacam itu sebagai hal yang dangkal. Berbeda dengan mereka, Ryunosuke menggambarkannya dengan cara yang lain. Melalui karakter-karakter seperti manusia, hewan, setan dan makhluk-makhluk aneh.

Beberapa tulisan Indonesia yang mengungkapkan kehidupan dan pandangan hidup penulisnya secara terang-terangan adalah Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy. Tokoh cerita dan pengarangnya sama persis, perempuan, berlatar belakang agama Islam yang taat, dan memperjuangkan nilai-nilai kesetaraan gender, bahkan mungkin feminisme.


Membaca cerpen-cerpennya membuatku gatal ingin menulis. Jelas, nantinya Ryunosuke akan menjadi salah satu pengaruh besar dalam tulisan-tulisanku. Bukan saja tulisannya saja yang mempengaruhiku, tetapi terutama bagaimana dia menulis.

Yang aku pelajarinya setelah membaca tulisan-tulisannya adalah
"Menggambarkan dunia dengan caramu".

0 komentar:

Posting Komentar